Cara Kerja Analis Keberlanjutan Sustainability Analyst Perusahaan dan Industri
Cara Kerja Analis Keberlanjutan Sustainability Analyst pada Perusahaan dan Industri
Penulis: Ardhy Yuliawan Norma Sakti
Founder Cara Kerja Teknologi, Alumni Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) & Engineering Technology SIIT Thammasat University, dengan pengalaman 4 tahun di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan saat ini di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
![]() |
Analis Keberlanjutan Sustainability Analyst Perusahaan dan Industri |
Keberlanjutan atau sustainability telah bertransformasi dari sekadar tren dalam lanskap bisnis global yang terus berubah.
Konsumen kini semakin peduli terhadap dampak lingkungan dan sosial dari produk yang mereka beli, investor mencari perusahaan yang beretika dan tahan banting terhadap risiko iklim, dan regulator di seluruh dunia semakin ketat dalam menetapkan standar.
Di tengah dinamika ini, peran Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst) dalam sebuah perusahaan menjadi sangat vital. Mereka adalah jembatan antara strategi bisnis dan dampak positif terhadap planet serta masyarakat.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability), dan mengapa perusahaan harus melaporkannya? Kebijakan mana di Indonesia, ASEAN, dan dunia yang mewajibkan laporan ini?
Seberapa besar manfaat laporan keberlanjutan terhadap penjualan produk atau jasa? Lalu, siapa sebenarnya Analis Keberlanjutan itu, dan bagaimana potensi kebutuhan mereka di masa depan? Kualifikasi pendidikan serta jurusan apa yang relevan untuk profesi ini?
Apa saja tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) mereka, baik di level staf maupun manajer? Tantangan apa saja yang mungkin dihadapi dalam pekerjaan ini? Dan sektor bisnis apa saja di Indonesia yang sangat membutuhkan fungsi keberlanjutan?
Artikel ini akan mengupas tuntas semua pertanyaan tersebut. Disajikan langsung dari pengalaman saya sebagai praktisi Analis Keberlanjutan yang juga melanjutkan studi di bidang sustainability di Thailand, artikel ini akan membantu Anda memahami peran penting ini dan peluang kariernya. Mari kita selami dunia keberlanjutan perusahaan!
Daftar Isi
- Apa Itu Keberlanjutan Perusahaan (Corporate Sustainability) dan Mengapa Perusahaan Perlu Melaporkannya?
- Kebijakan Indonesia, Regional ASEAN, dan Dunia yang Mewajibkan Laporan Keberlanjutan Perusahaan
- Manfaat Laporan Keberlanjutan Perusahaan bagi Potensi Penjualan Produk atau Jasa
- Apa Itu Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst) dan Bagaimana Potensi Kebutuhan Kedepannya?
- Spesifikasi Pendidikan serta Jurusan Analis Keberlanjutan
- Tupoksi Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst) pada Level Staf dan Manajer
- Tantangan Pekerjaan sebagai Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst)
- 10 Lini Bisnis Perusahaan Indonesia yang Perlu Memiliki Keberlanjutan Perusahaan (Corporate Sustainability)
- Kesimpulan
Apa Itu Keberlanjutan Perusahaan (Corporate Sustainability) dan Mengapa Perusahaan Perlu Melaporkannya?
Konsep keberlanjutan perusahaan, atau yang dikenal juga sebagai Sustainability Report, telah menjadi pilar utama dalam strategi bisnis modern. Ini bukan lagi sekadar tanggung jawab sosial, melainkan fondasi bagi pertumbuhan jangka panjang dan daya saing sebuah perusahaan.
Definisi Keberlanjutan Perusahaan (Sustainability Report)
Keberlanjutan perusahaan mengacu pada pendekatan bisnis yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dari operasionalnya. Konsep ini sering diartikan sebagai "Triple Bottom Line" (3BL), yang mencakup tiga pilar utama:
- Profit (Ekonomi): Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan finansial yang stabil dan berkelanjutan, menciptakan nilai bagi pemegang saham, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
- People (Sosial): Dampak perusahaan terhadap masyarakat dan kesejahteraan manusia, termasuk karyawan, komunitas lokal, pelanggan, dan rantai pasok. Ini mencakup hak asasi manusia, kondisi kerja yang adil, keragaman, inklusi, dan kontribusi sosial.
- Planet (Lingkungan): Tanggung jawab perusahaan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan alam dan berkontribusi pada perlindungan sumber daya alam. Ini meliputi pengurangan emisi karbon, efisiensi energi, pengelolaan limbah, konservasi air, dan perlindungan keanekaragaman hayati.
Dengan demikian, keberlanjutan perusahaan adalah tentang bagaimana perusahaan dapat beroperasi dengan cara yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ini adalah integrasi aspek Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial (Environmental, Social, and Governance/ESG) ke dalam inti strategi dan operasional bisnis.
Mengapa Perusahaan Perlu Melaporkan Sustainability Report
Pelaporan keberlanjutan perusahaan (Corporate Sustainability Report/CSR) atau yang juga dikenal sebagai Laporan ESG, adalah dokumen yang mengkomunikasikan kinerja perusahaan dalam aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) kepada para pemangku kepentingan.
Ada beberapa alasan krusial mengapa perusahaan perlu melakukan pelaporan ini:
- Kepatuhan Regulasi: Semakin banyak negara dan bursa efek yang mewajibkan perusahaan untuk menerbitkan laporan keberlanjutan sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas.
- Memenuhi Permintaan Investor: Investor institusional, dana pensiun, dan investor ritel semakin mempertimbangkan faktor ESG dalam keputusan investasi mereka. Mereka mencari perusahaan dengan praktik keberlanjutan yang kuat sebagai indikator risiko yang lebih rendah dan potensi pertumbuhan jangka panjang.
- Meningkatkan Reputasi dan Citra Merek: Perusahaan yang transparan tentang kinerja keberlanjutan mereka cenderung memiliki reputasi yang lebih baik di mata konsumen, karyawan, dan masyarakat umum. Ini membangun kepercayaan dan loyalitas merek.
- Menarik dan Mempertahankan Talenta: Karyawan, terutama generasi muda, semakin memilih untuk bekerja di perusahaan yang memiliki nilai-nilai keberlanjutan yang sejalan dengan mereka. Laporan keberlanjutan dapat menjadi alat rekrutmen dan retensi talenta.
- Manajemen Risiko dan Peluang: Proses pelaporan memaksa perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko terkait lingkungan (misalnya, perubahan iklim, kelangkaan air) dan sosial (misalnya, pelanggaran hak asasi manusia di rantai pasok). Ini juga membantu mengidentifikasi peluang bisnis baru (misalnya, pengembangan produk ramah lingkungan, efisiensi energi).
- Peningkatan Efisiensi Operasional: Proses pengumpulan data dan analisis untuk laporan keberlanjutan seringkali mengungkap area-area di mana perusahaan dapat mengurangi konsumsi sumber daya, limbah, dan emisi, yang pada akhirnya menghemat biaya.
- Membangun Akuntabilitas dan Transparansi: Laporan ini adalah wujud akuntabilitas perusahaan kepada berbagai pemangku kepentingan, menunjukkan komitmen mereka terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab.
- Akses ke Pembiayaan Berkelanjutan: Bank dan lembaga keuangan semakin menawarkan pembiayaan berkelanjutan (green loans, sustainability-linked bonds) dengan syarat penerbitan laporan keberlanjutan yang kredibel.
Sebagai praktisi di bidang ini, saya melihat bahwa laporan keberlanjutan bukan lagi sekadar pajangan, tetapi alat strategis yang mendorong perusahaan untuk berpikir jangka panjang dan terintegrasi dalam setiap keputusan bisnis mereka.
Kebijakan Indonesia, Regional ASEAN, dan Dunia yang Mewajibkan Laporan Keberlanjutan
Mewajibkan laporan keberlanjutan adalah tren global yang semakin menguat, mencerminkan peningkatan kesadaran akan pentingnya akuntabilitas perusahaan terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Baik di tingkat nasional, regional, maupun global, kerangka kerja regulasi terus berkembang.
1. Kebijakan di Indonesia
Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mewajibkan pelaporan keberlanjutan bagi perusahaan-perusahaan tertentu, terutama yang terdaftar di bursa efek.
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
- POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik: Ini adalah regulasi kunci yang mewajibkan lembaga jasa keuangan (bank, asuransi, pembiayaan), emiten (perusahaan yang menerbitkan efek), dan perusahaan publik (yang sahamnya diperdagangkan di bursa) untuk menerbitkan Laporan Keberlanjutan. Pelaporan ini dimulai secara bertahap, dengan cakupan yang semakin luas seiring waktu.
- POJK No. 51/POJK.03/2021 tentang Perubahan atas POJK No. 51/POJK.03/2017: Menguatkan kewajiban dan detail pelaporan.
- Bursa Efek Indonesia (BEI):
- Keputusan Direksi BEI No. Kep-00068/BEI/12-2018: BEI mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan Laporan Keberlanjutan mereka. Sejak tahun 2021, semua perusahaan tercatat di BEI wajib menyampaikan laporan ini sebagai bagian dari laporan tahunan mereka.
- Indeks Saham Berbasis ESG: BEI juga memiliki indeks-indeks keberlanjutan seperti SRI-KEHATI (Sustainable and Responsible Investment) dan ESG Leaders yang mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja ESG mereka.
- Peraturan Sektor (Contoh): Sektor-sektor tertentu, seperti pertambangan dan perkebunan, juga mungkin memiliki regulasi lingkungan dan sosial spesifik yang mendorong pelaporan kinerja.
2. Kebijakan Regional ASEAN
Di tingkat ASEAN, ada upaya untuk mendorong harmonisasi standar pelaporan keberlanjutan, meskipun kewajiban bervariasi di setiap negara anggota.
- ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance: Dokumen ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja klasifikasi kegiatan ekonomi yang berkelanjutan di seluruh ASEAN. Meskipun belum menjadi kewajiban pelaporan langsung, ini akan memengaruhi bagaimana perusahaan di ASEAN mendefinisikan dan melaporkan kegiatan berkelanjutan mereka di masa depan.
- Kerangka Kerja Pelaporan di Negara Anggota: Beberapa negara ASEAN lain juga telah mewajibkan pelaporan keberlanjutan atau ESG bagi perusahaan tercatat, seperti Singapura (melalui Singapore Exchange/SGX), Malaysia (melalui Bursa Malaysia), dan Thailand (melalui Stock Exchange of Thailand/SET). Ada tren menuju standar yang lebih ketat di seluruh kawasan.
3. Kebijakan Global
Di tingkat global, ada beberapa kerangka kerja dan standar pelaporan yang menjadi acuan, dan beberapa negara besar telah menjadikannya wajib bagi perusahaan di yurisdiksi mereka.
- Global Reporting Initiative (GRI): Ini adalah standar pelaporan keberlanjutan yang paling banyak digunakan di dunia. GRI menyediakan panduan komprehensif tentang indikator ekonomi, lingkungan, dan sosial yang harus dilaporkan. Meskipun bukan regulasi, banyak negara mereferensikan GRI dalam kebijakan mereka.
- Sustainability Accounting Standards Board (SASB): Fokus pada pengungkapan ESG yang material secara finansial untuk 77 industri.
- Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD): Menyediakan kerangka kerja untuk pengungkapan risiko dan peluang terkait iklim. Semakin banyak negara yang mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi TCFD.
- International Sustainability Standards Board (ISSB): Dibentuk oleh IFRS Foundation, ISSB bertujuan untuk mengembangkan standar pengungkapan keberlanjutan global yang komprehensif dan selaras dengan pelaporan keuangan. Ini diproyeksikan akan menjadi standar global yang dominan di masa depan.
- Uni Eropa (EU): EU adalah pelopor dalam regulasi pelaporan keberlanjutan, dengan instrumen seperti Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD) yang mewajibkan perusahaan melaporkan dampak dan risiko keberlanjutan mereka secara rinci.
- Amerika Serikat (SEC): Securities and Exchange Commission (SEC) juga sedang mengembangkan aturan baru untuk pengungkapan terkait iklim dan ESG.
Sebagai praktisi yang juga belajar di Thailand, saya melihat langsung bagaimana regulasi ini tidak hanya menjadi beban, tetapi juga pendorong inovasi bagi perusahaan.
Mereka yang proaktif dalam pelaporan keberlanjutan cenderung lebih siap menghadapi perubahan regulasi dan memenuhi ekspektasi pemangku kepentingan global.
Manfaat Laporan Keberlanjutan Perusahaan bagi Potensi Penjualan Produk atau Jasa
Laporan keberlanjutan perusahaan (Corporate Sustainability Report/CSR atau ESG Report) bukan hanya sekadar dokumen kepatuhan atau pencitraan.
Dalam era konsumen yang semakin sadar dan pasar yang kompetitif, laporan ini telah menjadi alat strategis yang memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap potensi penjualan produk atau jasa. Ini adalah investasi yang dapat menghasilkan keuntungan (ROI) dalam jangka panjang.
1. Peningkatan Reputasi dan Kepercayaan Merek
Perusahaan yang transparan dan proaktif dalam melaporkan upaya keberlanjutan mereka akan membangun reputasi yang lebih kuat di mata publik. Konsumen modern semakin kritis dan cenderung memilih merek yang mereka yakini bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Reputasi positif ini dapat:
- Meningkatkan Loyalitas Pelanggan: Konsumen lebih cenderung setia pada merek yang sejalan dengan nilai-nilai mereka. Jika pelanggan merasa merek tersebut peduli terhadap isu-isu yang mereka anggap penting (misalnya, lingkungan, etika kerja), mereka akan lebih loyal dan berulang kali membeli produk atau jasa.
- Menarik Pelanggan Baru: Laporan keberlanjutan yang kredibel dapat menarik segmen pasar baru yang secara khusus mencari produk atau jasa yang "hijau" atau "beretika".
- Diferensiasi Produk: Di pasar yang jenuh, praktik keberlanjutan yang terbukti melalui laporan dapat menjadi faktor pembeda yang kuat. Perusahaan dapat memposisikan produk atau jasa mereka sebagai pilihan yang lebih bertanggung jawab.
2. Keunggulan Kompetitif di Pasar
Laporan keberlanjutan dapat memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan:
- Tanggapan terhadap Tren Pasar: Konsumen, terutama generasi muda (milenial dan Gen Z), semakin memprioritaskan keberlanjutan dalam keputusan pembelian mereka. Perusahaan yang dapat menunjukkan kinerja keberlanjutan melalui laporan akan lebih relevan dengan tren ini.
- Akses ke Pasar Baru: Beberapa pasar (misalnya, pasar ekspor ke Uni Eropa atau Amerika Utara) mungkin memiliki persyaratan atau preferensi yang kuat untuk produk dan jasa yang memenuhi standar keberlanjutan tertentu. Laporan keberlanjutan dapat membuka pintu ke pasar-pasar ini.
- Partisipasi dalam Rantai Pasok Berkelanjutan: Banyak perusahaan besar mewajibkan pemasok mereka untuk memiliki praktik keberlanjutan yang kuat dan dapat dilaporkan. Dengan laporan keberlanjutan, perusahaan dapat menjadi pemasok pilihan dalam rantai pasok yang berfokus pada ESG.
3. Mendukung Kampanye Pemasaran dan Komunikasi
Data dan cerita dari laporan keberlanjutan dapat diintegrasikan ke dalam materi pemasaran dan komunikasi perusahaan.
- Konten Pemasaran yang Kuat: Kisah tentang pengurangan emisi, program komunitas, atau efisiensi sumber daya dapat menjadi narasi pemasaran yang kuat dan menarik.
- Klaim Produk yang Didukung Data: Jika produk atau jasa memiliki klaim "ramah lingkungan" atau "beretika", data dari laporan keberlanjutan dapat menjadi bukti yang validasi klaim tersebut, meningkatkan kredibilitas.
- Peluang PR Positif: Laporan keberlanjutan yang baik dapat menarik perhatian media dan menghasilkan liputan positif, memperkuat citra merek tanpa biaya iklan langsung.
4. Memenuhi Persyaratan Bisnis-ke-Bisnis (B2B)
Dalam hubungan B2B, semakin banyak perusahaan yang memilih mitra atau pemasok berdasarkan kinerja ESG mereka.
- Penilaian Pemasok: Perusahaan pembeli seringkali melakukan penilaian keberlanjutan terhadap pemasok mereka. Laporan keberlanjutan yang komprehensif dapat membantu perusahaan lolos seleksi dan memenangkan kontrak.
- Kemitraan Strategis: Perusahaan dengan komitmen keberlanjutan yang sejalan lebih mungkin menjalin kemitraan strategis, membuka peluang bisnis baru.
Sebagai praktisi yang sering terlibat dalam penyusunan laporan, saya melihat bagaimana laporan ini membantu tim pemasaran menceritakan kisah yang lebih kaya dan otentik tentang nilai-nilai perusahaan. Ini bukan hanya tentang angka-angka keuangan, tetapi tentang membangun kepercayaan dan nilai jangka panjang dengan pelanggan.
Apa Itu Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst) dan Bagaimana Potensi Kebutuhan Kedepannya?
Dalam lanskap bisnis modern yang semakin kompleks, peran Analis Keberlanjutan Sustainability Analyst telah menjadi sangat krusial. Mereka adalah profesional yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data terkait kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) sebuah perusahaan.
Definisi Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst)
Analis Keberlanjutan adalah seorang profesional yang bertugas untuk:
- Mengukur dan Memantau: Mengidentifikasi metrik-metrik keberlanjutan yang relevan (misalnya, konsumsi energi, emisi gas rumah kaca, penggunaan air, limbah, jam kerja karyawan, keragaman, kebijakan anti-korupsi).
- Menganalisis Data: Mengumpulkan data dari berbagai departemen (produksi, HRD, keuangan, operasional, legal), membersihkannya, dan menganalisisnya untuk mengidentifikasi tren, risiko, peluang, dan area untuk perbaikan.
- Melaporkan Kinerja: Menyusun Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report/ESG Report) yang komprehensif dan sesuai dengan standar pelaporan yang diakui secara internasional (misalnya GRI, SASB, TCFD).
- Memberikan Rekomendasi: Memberikan masukan strategis kepada manajemen tentang bagaimana perusahaan dapat meningkatkan kinerja keberlanjutan mereka, mengurangi dampak negatif, dan menciptakan nilai berkelanjutan.
- Memantau Regulasi: Tetap up-to-date dengan perkembangan regulasi keberlanjutan di tingkat nasional dan internasional.
- Terlibat dalam Proyek Keberlanjutan: Berpartisipasi dalam proyek-proyek yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya, mengurangi limbah, atau mengembangkan inisiatif sosial.
Mereka bisa bekerja di departemen khusus keberlanjutan, corporate social responsibility (CSR), hubungan investor, atau di konsultan keberlanjutan.
Bagaimana Potensi Kebutuhan Analis Keberlanjutan Kedepannya?
Potensi kebutuhan Analis Keberlanjutan di masa depan sangatlah cerah dan diperkirakan akan terus meningkat secara eksponensial. Ada beberapa faktor pendorong utama:
- Peningkatan Regulasi ESG: Seperti yang dibahas sebelumnya, semakin banyak negara dan bursa efek yang mewajibkan pelaporan keberlanjutan. Kepatuhan ini membutuhkan tenaga ahli untuk mengelola data dan proses pelaporan.
- Tuntutan Investor yang Meningkat: Investor semakin menjadikan faktor ESG sebagai bagian integral dari analisis investasi mereka. Perusahaan perlu Analis Keberlanjutan untuk menyediakan data ESG yang berkualitas tinggi dan terlibat dalam komunikasi dengan investor.
- Tekanan dari Konsumen dan Masyarakat: Konsumen dan masyarakat umum semakin menuntut transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan. Merek yang memiliki kredibilitas keberlanjutan akan lebih diminati.
- Risiko Iklim dan Kelangkaan Sumber Daya: Perusahaan menyadari risiko fisik (banjir, kekeringan) dan transisi (pajak karbon, perubahan kebijakan) terkait perubahan iklim dan kelangkaan sumber daya. Analis Keberlanjutan membantu mengidentifikasi dan memitigasi risiko ini.
- Pengembangan Produk dan Layanan Berkelanjutan: Banyak perusahaan berlomba-lomba mengembangkan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan atau memiliki dampak sosial positif. Analis Keberlanjutan membantu dalam identifikasi peluang dan pengukuran dampak.
- Krisis Reputasi dan 'Greenwashing': Perusahaan ingin menghindari tuduhan greenwashing (klaim palsu tentang keberlanjutan). Analis Keberlanjutan membantu memastikan klaim didukung data yang akurat dan praktik yang transparan.
- Target Net-Zero dan Dekarbonisasi: Banyak perusahaan menetapkan target ambisius untuk mencapai net-zero emissions. Analis Keberlanjutan berperan penting dalam mengukur emisi, mengidentifikasi peluang dekarbonisasi, dan melaporkan progres.
Sebagai praktisi yang juga melanjutkan studi di bidang sustainability di Thailand, saya melihat bahwa profesi ini bukan hanya tentang data, tetapi juga tentang memberikan dampak nyata.
Perusahaan-perusahaan besar, baik di Indonesia maupun di skala global, semakin membuka posisi ini. Ini adalah karier yang strategis dan penuh makna di masa depan.
Spesifikasi Pendidikan serta Bidang Studi Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst)
Profesi Analis Keberlanjutan adalah bidang multidisipliner yang menarik talenta dari berbagai latar belakang pendidikan.
Meskipun tidak ada satu jurusan tunggal yang "sempurna", ada beberapa bidang studi yang sangat relevan dan dicari oleh perusahaan atau konsultan keberlanjutan
Pendidikan saya, yang mengombinasikan latar belakang teknik dengan studi sustainability di Thailand, memberikan perspektif yang cukup luas tentang persyaratan ini.
1. Jurusan Sarjana (S1) yang Relevan:
Karena sifatnya yang melibatkan lingkungan, sosial, dan ekonomi, berbagai jurusan dapat menjadi landasan yang kuat:
- Teknik Lingkungan / Ilmu Lingkungan: Ini adalah salah satu jurusan yang paling langsung relevan, karena fokusnya pada isu-isu lingkungan seperti pengelolaan limbah, kualitas air/udara, energi terbarukan, dan dampak industri. Lulusan memiliki pemahaman mendalam tentang siklus alam dan teknologi lingkungan.
- Teknik Industri: Lulusan Teknik Industri memiliki pemahaman tentang optimasi proses, rantai pasok, efisiensi operasional, dan manajemen risiko. Ini sangat berguna dalam mengidentifikasi peluang keberlanjutan dalam operasional perusahaan.
- Manajemen / Bisnis / Ekonomi: Jurusan ini memberikan pemahaman tentang strategi bisnis, keuangan, pasar, dan manajemen risiko, yang penting untuk mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam model bisnis inti.
- Akuntansi / Keuangan: Relevan untuk pelaporan ESG, sustainability finance, dan audit keberlanjutan.
- Ilmu Komunikasi / Hubungan Masyarakat (Humas): Penting untuk mengkomunikasikan upaya keberlanjutan perusahaan secara efektif kepada pemangku kepentingan.
- Ilmu Sosial / Antropologi / Pembangunan Sosial: Relevan untuk aspek sosial keberlanjutan, seperti hak asasi manusia, dampak komunitas, dan keadilan sosial.
- **Teknik Kimia / Teknik Pertambangan / Pertanian / Kehutanan: Relevan untuk industri spesifik yang memiliki dampak lingkungan besar, memberikan pemahaman teknis tentang proses dan dampaknya.
- Hukum: Untuk memahami regulasi lingkungan, sosial, dan tata kelola.
2. Pendidikan Lanjut (S2) dan Sertifikasi (Sangat Direkomendasikan):
Mengingat kompleksitas dan sifat emerging dari bidang ini, pendidikan lanjutan atau sertifikasi khusus sangat dihargai dan seringkali menjadi pembeda di pasar kerja.
- Magister (S2) di Bidang Keberlanjutan: Banyak universitas kini menawarkan program Magister khusus dalam Sustainability Management, Environmental Management, Sustainable Development, Corporate Social Responsibility, atau ESG Analytics. Ini adalah jalur terbaik untuk mendapatkan pemahaman komprehensif dan mendalam. (Pengalaman saya melanjutkan studi sustainability di Thailand sangat membuka wawasan saya tentang berbagai kerangka kerja global dan praktik terbaik).
- Sertifikasi Profesional:
- Global Reporting Initiative (GRI) Certified Training: Sertifikasi tentang standar pelaporan keberlanjutan GRI.
- SASB Fundamentals of Sustainability Accounting (FSA): Sertifikasi tentang standar pelaporan yang relevan secara finansial.
- Certified Sustainability Practitioner (CSP): Sertifikasi umum untuk praktisi keberlanjutan.
- Sertifikasi Manajemen Lingkungan (ISO 14001) atau Energi (ISO 50001): Jika fokus pada aspek lingkungan atau operasional.
3. Keterampilan Penting (Hard Skills & Soft Skills):
Selain pendidikan formal, Analis Keberlanjutan yang sukses memiliki kombinasi keterampilan ini:
- Analisis Data: Kemampuan untuk mengumpulkan, membersihkan, dan menganalisis data (kuantitatif dan kualitatif). Penguasaan spreadsheet (Excel) sangat mutlak, dan pengetahuan tentang tool analisis data (seperti Power BI, Tableau, R, Python dasar) adalah nilai plus.
- Pengetahuan ESG: Pemahaman mendalam tentang isu-isu lingkungan (perubahan iklim, emisi, limbah, air), sosial (hak asasi manusia, tenaga kerja, komunitas), dan tata kelola (etika bisnis, anti-korupsi).
- Pemahaman Regulasi: Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan regulasi keberlanjutan yang berlaku.
- Keterampilan Riset: Mampu melakukan riset tentang praktik terbaik industri, teknologi baru, dan tren keberlanjutan.
- Keterampilan Komunikasi: Mampu mengkomunikasikan informasi kompleks secara jelas, baik lisan maupun tulisan (laporan, presentasi).
- Berpikir Kritis & Pemecahan Masalah: Mampu menganalisis masalah keberlanjutan dari berbagai perspektif dan menawarkan solusi inovatif.
- Manajemen Proyek: Untuk mengelola inisiatif keberlanjutan.
- Kolaborasi dan Interpersonal: Mampu bekerja sama dengan berbagai departemen dan pemangku kepentingan.
Sebagai praktisi, saya melihat bahwa kombinasi latar belakang teknis (untuk pemahaman operasional dan data) dengan pemahaman yang kuat tentang strategi bisnis dan aspek sosial-lingkungan adalah resep sukses untuk menjadi Analis Keberlanjutan yang efektif. Program studi di Thailand banyak menawarkan kombinasi tersebut.
Tupoksi Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst) pada Level Staf dan Manajer
Peran Analis Keberlanjutan bervariasi tergantung pada level pengalaman dan struktur organisasi perusahaan. Meskipun inti tugasnya tetap sama (mengukur, menganalisis, melaporkan, dan merekomendasikan), cakupan tanggung jawab dan tingkat pengambilan keputusan akan berbeda antara level staf dan manajer.
Tupoksi Analis Keberlanjutan (Level Staf/Junior)
Pada level staf atau junior analis, fokus utama adalah pada pengumpulan data, analisis dasar, dan dukungan teknis untuk proyek-proyek keberlanjutan. Mereka adalah "pelaksana" di garis depan.
- Pengumpulan Data ESG:
- Mengumpulkan data operasional terkait konsumsi energi, air, produksi limbah, emisi GRK (misalnya, Scope 1, 2, 3), dan data sosial (misalnya, pelatihan karyawan, jam kerja, keragaman) dari berbagai departemen internal (produksi, operasional, HRD, procurement).
- Memastikan akurasi dan kelengkapan data yang dikumpulkan.
- Berkoordinasi dengan departemen terkait untuk data yang akurat.
- Analisis Data Dasar:
- Memasukkan data ke dalam spreadsheet atau database khusus.
- Melakukan perhitungan dasar (misalnya, intensitas emisi, rasio penggunaan air per unit produksi).
- Mengidentifikasi anomali data atau tren awal.
- Dukungan Pelaporan Keberlanjutan:
- Membantu dalam penyusunan draf Laporan Keberlanjutan sesuai dengan standar (GRI, SASB, TCFD) di bawah bimbingan manajer.
- Menyusun tabel, grafik, dan bagian teks tertentu dari laporan.
- Mengelola arsip data dan dokumen pendukung pelaporan.
- Riset dan Pemantauan:
- Melakukan riset tentang praktik terbaik keberlanjutan di industri, tren regulasi baru, atau teknologi berkelanjutan.
- Memantau berita dan perkembangan terkait ESG yang relevan dengan perusahaan.
- Dukungan Proyek Keberlanjutan:
- Membantu implementasi inisiatif keberlanjutan, seperti program efisiensi energi, program daur ulang limbah, atau kegiatan CSR.
- Membantu dalam audit internal atau eksternal terkait keberlanjutan.
Tupoksi Analis Keberlanjutan (Level Manajer/Senior)
Pada level manajer atau senior analis, fokus bergeser ke strategi, kepemimpinan, dan komunikasi. Mereka tidak hanya mengelola data, tetapi juga membentuk arah keberlanjutan perusahaan dan mengelola tim.
- Pengembangan Strategi Keberlanjutan:
- Merumuskan dan mengembangkan strategi keberlanjutan perusahaan jangka panjang dan pendek, selaras dengan tujuan bisnis inti dan tujuan ESG global (misalnya, SDG, target net-zero).
- Melakukan materiality assessmen untuk mengidentifikasi isu-isu ESG yang paling relevan bagi perusahaan dan pemangku kepentingan.
- Manajemen dan Verifikasi Data:
- Mengawasi proses pengumpulan dan analisis data oleh tim junior.
- Memastikan integritas, keakuratan, dan validitas data ESG.
- Mengelola sistem data dan perangkat lunak pelaporan keberlanjutan.
- Penulisan dan Publikasi Laporan Keberlanjutan:
- Bertanggung jawab penuh atas penulisan, penyuntingan, dan publikasi Laporan Keberlanjutan yang komprehensif, akurat, dan menarik.
- Memastikan laporan mematuhi standar pelaporan yang berlaku (GRI, SASB, TCFD, OJK).
- Berkoordinasi dengan pihak ketiga (auditor eksternal) untuk verifikasi laporan.
- Komunikasi dengan Pemangku Kepentingan:
- Berinteraksi dengan investor, analis pasar, regulator, pelanggan, dan LSM terkait kinerja ESG perusahaan.
- Menyajikan data dan strategi keberlanjutan dalam forum internal dan eksternal.
- Menanggapi pertanyaan dan permintaan informasi ESG.
- Manajemen Proyek dan Inisiatif Keberlanjutan:
- Memimpin dan mengelola proyek-proyek keberlanjutan (misalnya, implementasi energi terbarukan, program efisiensi sumber daya, inisiatif rantai pasok berkelanjutan).
- Mengidentifikasi peluang inovasi berkelanjutan dan efisiensi biaya.
- Manajemen Risiko ESG:
- Mengidentifikasi dan menilai risiko ESG (misalnya, risiko iklim, risiko rantai pasok, risiko reputasi) yang dapat memengaruhi perusahaan.
- Mengembangkan strategi mitigasi risiko.
- Pengembangan Tim:
- Membimbing dan mengembangkan junior analis dalam tim.
- Membangun kapasitas internal terkait keberlanjutan di seluruh perusahaan.
Sebagai praktisi, saya melihat bahwa jalur karier ini memungkinkan seseorang untuk tumbuh dari pengumpul data yang teliti menjadi pemimpin strategis yang membentuk arah perusahaan di masa depan. Kemampuan untuk menerjemahkan data menjadi narasi dan strategi adalah kunci di level manajer.
Tantangan Pekerjaan sebagai Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst)
Profesi Analis Keberlanjutan memang menjanjikan dan berdampak positif, namun tidak lepas dari tantangan yang signifikan. Pengalaman saya di bidang ini, termasuk saat melanjutkan studi di Thailand, telah membuka mata saya terhadap berbagai kompleksitas yang mungkin dihadapi seorang analis keberlanjutan.
1. Ketersediaan dan Kualitas Data
- Data Fragmented dan Tidak Konsisten: Seringkali, data ESG yang dibutuhkan tersebar di berbagai departemen (produksi, HRD, keuangan, procurement) dan mungkin disimpan dalam format yang berbeda-beda, atau bahkan tidak tercatat secara sistematis. Ini membuat pengumpulan data menjadi tugas yang memakan waktu dan menantang.
- Akurasi Data: Memastikan akurasi data ESG sangat krusial, karena klaim yang tidak didukung data akurat dapat berujung pada tuduhan greenwashing dan merusak reputasi. Verifikasi data bisa menjadi proses yang rumit.
- Kesenjangan Data: Beberapa metrik penting mungkin belum pernah diukur sebelumnya oleh perusahaan, sehingga analis harus membangun sistem pengumpulan data dari nol.
2. Kompleksitas Kerangka Pelaporan dan Standar
- Beragamnya Standar Global: Ada banyak kerangka pelaporan keberlanjutan (GRI, SASB, TCFD, CDP, ISSB) dengan persyaratan dan metrik yang berbeda. Analis harus memahami mana yang relevan bagi perusahaan dan bagaimana memenuhinya.
- Perkembangan Regulasi yang Cepat: Regulasi terkait ESG terus berkembang dan berubah di tingkat nasional, regional, dan global. Analis harus selalu up-to-date dan memastikan perusahaan patuh.
- Interpretasi Standar: Menginterpretasikan pedoman yang kompleks dan menerapkannya pada konteks operasional perusahaan bisa menjadi tantangan.
3. Kolaborasi Antar-Departemen dan Resistensi Internal
- Keterlibatan Lintas Fungsi: Keberlanjutan adalah isu lintas fungsi yang membutuhkan kolaborasi erat dengan hampir semua departemen (produksi, logistik, HRD, keuangan, legal, pemasaran). Mengkoordinasikan dan mendapatkan data serta komitmen dari berbagai departemen bisa sulit.
- Resistensi Terhadap Perubahan: Beberapa departemen mungkin melihat keberlanjutan sebagai beban tambahan, bukan sebagai peluang, sehingga resistensi terhadap pengumpulan data atau implementasi inisiatif bisa muncul.
- Kurangnya Pemahaman Internal: Tidak semua karyawan atau manajer memahami pentingnya keberlanjutan, sehingga analis perlu berperan sebagai edukator dan advokat internal.
4. Menghubungkan Keberlanjutan dengan Nilai Bisnis
- Mengukur ROI Keberlanjutan: Sulit untuk secara kuantitatif mengukur Return on Investment (ROI) dari inisiatif keberlanjutan, terutama untuk manfaat non-finansial (misalnya, peningkatan reputasi, retensi karyawan). Analis perlu mampu mengkomunikasikan nilai ini kepada manajemen.
- Menghubungkan ESG ke Strategi Inti: Mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam strategi bisnis inti, bukan hanya sebagai tambahan, adalah tantangan besar yang memerlukan pemikiran strategis.
5. Tekanan Waktu dan Sumber Daya
- Tenggat Waktu Pelaporan: Pelaporan keberlanjutan seringkali memiliki tenggat waktu yang ketat, terutama jika harus disinkronkan dengan laporan keuangan tahunan.
- Keterbatasan Sumber Daya: Departemen keberlanjutan di beberapa perusahaan mungkin memiliki tim yang kecil atau anggaran yang terbatas, menuntut analis untuk menjadi sangat efisien dan multi-talenta.
6. Masalah 'Greenwashing' dan Ekspektasi Pemangku Kepentingan
- Menghindari Greenwashing: Ada tekanan untuk menunjukkan kinerja positif, namun analis harus memastikan bahwa klaim yang dibuat didukung oleh data dan praktik nyata untuk menghindari tuduhan greenwashing yang dapat merusak reputasi.
- Mengelola Ekspektasi: Berbagai pemangku kepentingan (investor, LSM, pelanggan) mungkin memiliki ekspektasi yang berbeda atau bahkan bertentangan terhadap kinerja keberlanjutan perusahaan.
Meskipun tantangan ini nyata, bagi saya, ini juga yang membuat pekerjaan Analis Keberlanjutan begitu menarik dan bermakna. Setiap tantangan adalah peluang untuk belajar, berinovasi, dan membuat perbedaan positif.
10 Lini Bisnis Perusahaan Indonesia yang Perlu Memiliki Keberlanjutan Perusahaan (Corporate Sustainability)
Hampir semua lini bisnis dapat dan harus mengintegrasikan prinsip keberlanjutan. Namun, ada beberapa sektor industri di Indonesia yang memiliki dampak lingkungan dan sosial yang sangat signifikan, sehingga keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) bukan hanya menjadi keunggulan kompetitif, melainkan keharusan mutlak untuk operasional dan reputasi mereka. Berikut adalah 10 lini bisnis utama di Indonesia yang sangat perlu memiliki fungsi keberlanjutan yang kuat:
1. Pertambangan dan Mineral
Lini bisnis ini memiliki dampak lingkungan yang sangat besar (deforestasi, perubahan bentang alam, polusi air dan tanah) dan isu sosial (penggusuran lahan, hak-hak masyarakat adat, keselamatan kerja). Pelaporan dan praktik keberlanjutan (reklamasi lahan, pengelolaan limbah tailing, hubungan komunitas) adalah krusial untuk izin beroperasi dan reputasi global.
2. Kelapa Sawit (Perkebunan dan Pengolahan)
Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, industri ini menghadapi tekanan global terkait deforestasi, gambut, keanekaragaman hayati, dan hak-hak buruh. Keberlanjutan (sertifikasi RSPO/ISPO, tanpa deforestasi, perlindungan gambut, praktik ketenagakerjaan yang adil) adalah penentu akses pasar internasional.
3. Energi (Fosil: Batubara, Minyak & Gas)
Meskipun sedang dalam transisi, sektor ini masih dominan di Indonesia dan merupakan penyumbang emisi GRK terbesar. Keberlanjutan berarti mitigasi emisi, efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan, dan transisi yang adil bagi pekerja dan komunitas.
4. Manufaktur (Otomotif, Elektronik, Tekstil)
Sektor ini memiliki jejak lingkungan dari konsumsi energi, limbah produksi, dan rantai pasok yang kompleks. Keberlanjutan berarti efisiensi sumber daya, pengelolaan limbah, penggunaan material daur ulang, dan praktik kerja yang etis di seluruh rantai pasok.
5. Agribisnis (Selain Kelapa Sawit: Kopi, Kakao, Karet, dll.)
Meskipun tidak se-masif sawit, agribisnis lain juga menghadapi isu deforestasi, penggunaan pupuk/pestisida, kelangkaan air, dan kesejahteraan petani. Keberlanjutan fokus pada praktik pertanian yang regeneratif, sertifikasi adil, dan pemberdayaan petani.
6. Keuangan (Perbankan, Investasi, Asuransi)
Sektor ini memiliki peran krusial dalam menyalurkan modal. Keberlanjutan berarti mengintegrasikan risiko dan peluang ESG dalam keputusan pembiayaan dan investasi (keuangan berkelanjutan), serta mengembangkan produk keuangan yang ramah lingkungan.
7. Properti dan Konstruksi
Sektor ini memiliki dampak signifikan dari penggunaan material, konsumsi energi/air bangunan, pengelolaan limbah konstruksi, dan dampak sosial dari pembangunan. Keberlanjutan berarti pembangunan gedung hijau, efisiensi energi/air, material berkelanjutan, dan manajemen limbah konstruksi.
8. Transportasi dan Logistik
Sektor ini adalah penyumbang emisi GRK yang besar. Keberlanjutan berarti dekarbonisasi armada (transisi ke EV, bahan bakar nabati), optimasi rute, efisiensi energi, dan manajemen limbah dari operasional. Pengalaman saya di Thailand dengan fokus pada supply chain berkelanjutan menunjukkan urgensi sektor ini.
9. Makanan dan Minuman (F&B)
Sektor ini menghadapi isu food waste, pengelolaan limbah kemasan, jejak karbon dari rantai pasok (dari pertanian hingga konsumen), dan sourcing bahan baku yang berkelanjutan. Keberlanjutan berarti pengurangan limbah makanan, kemasan daur ulang, dan praktik pertanian yang bertanggung jawab.
10. Teknologi (Digital, E-commerce)
Meskipun terlihat "bersih", sektor ini memiliki jejak karbon dari pusat data, limbah elektronik (e-waste), dan isu sosial terkait etika data atau tenaga kerja gig economy. Keberlanjutan berarti efisiensi energi pusat data, daur ulang e-waste, dan tata kelola digital yang etis.
Bagi perusahaan di lini-lini bisnis ini, memiliki Analis Keberlanjutan dan tim yang kuat bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk menjaga daya saing, reputasi, dan kelangsungan bisnis di masa depan.
Kesimpulan
Dalam ekonomi global yang semakin sadar akan isu-isu lingkungan dan sosial, keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) telah menjadi fondasi vital bagi bisnis yang ingin bertahan dan berkembang.
Perusahaan di Indonesia, ASEAN, dan dunia kini diwajibkan oleh berbagai kebijakan dan tuntutan pasar untuk melaporkan kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) mereka.
Laporan keberlanjutan tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga membawa manfaat signifikan terhadap potensi penjualan produk atau jasa, melalui peningkatan reputasi, loyalitas pelanggan, keunggulan kompetitif, dan akses ke pasar serta pembiayaan berkelanjutan.
Di tengah kebutuhan ini, peran Analis Keberlanjutan (Sustainability Analyst) menjadi sangat krusial. Mereka adalah profesional yang bertanggung jawab untuk mengukur, menganalisis, dan melaporkan kinerja ESG perusahaan, serta memberikan rekomendasi strategis untuk perbaikan.
Potensi kebutuhan Analis Keberlanjutan di masa depan sangatlah cerah, didorong oleh peningkatan regulasi, tuntutan investor, kesadaran konsumen, serta risiko dan peluang terkait iklim.
Profesi ini bersifat multidisipliner, menarik talenta dari berbagai latar belakang pendidikan seperti Teknik Lingkungan, Teknik Industri, Manajemen, Akuntansi, atau Ilmu Sosial.
Pendidikan lanjut (S2) di bidang keberlanjutan dan sertifikasi profesional (misalnya GRI, SASB) sangat direkomendasikan untuk menunjang karier ini.
Tugas pokok dan fungsi seorang Analis Keberlanjutan bervariasi dari pengumpulan dan analisis data ESG di level staf, hingga pengembangan strategi, manajemen proyek, dan komunikasi dengan pemangku kepentingan di level manajer.
Meskipun demikian, pekerjaan sebagai Analis Keberlanjutan juga datang dengan tantangan: dari mengatasi ketersediaan dan kualitas data yang terfragmentasi, memahami kompleksitas kerangka pelaporan global, hingga membangun kolaborasi lintas departemen dan menghubungkan keberlanjutan dengan nilai bisnis inti.
Namun, bagi mereka yang bersemangat, tantangan ini justru menjadi peluang untuk memberikan dampak positif nyata.
Hampir semua lini bisnis perlu mengintegrasikan keberlanjutan, namun 10 sektor utama di Indonesia yang sangat krusial adalah Pertambangan, Kelapa Sawit, Energi Fosil, Manufaktur, Agribisnis, Keuangan, Properti, Transportasi, Makanan & Minuman, dan Teknologi.
Bagi perusahaan-perusahaan ini, Analis Keberlanjutan adalah aset tak ternilai untuk mengidentifikasi risiko, mengoptimalkan operasi, dan membangun masa depan bisnis yang bertanggung jawab.
Sebagai praktisi Analis Keberlanjutan yang juga melanjutkan studi di Thailand, saya melihat bahwa profesi ini bukan hanya tentang laporan, tetapi tentang mendorong perubahan positif dari dalam organisasi. Ini adalah karier yang strategis, bermakna, dan akan terus tumbuh seiring dengan kesadaran global akan pentingnya bisnis yang berkelanjutan.
ika Anda tertarik untuk menggabungkan keahlian analitis dengan hasrat untuk dampak positif, profesi ini adalah pilihan yang sangat menjanjikan.
Tentang Penulis
Ardhy merupakan founder dari platform Cara Kerja Teknologi. Ardhy menempuh pendidikan S1 Teknik Industri di Universitas Sebelas Maret (UNS) Indonesia dan pendidikan S2 bidang Engineering Technology di SIIT, Thammasat University Thailand. Ardhy memiliki pengalaman kerja selama 4 tahun sebagai staf Insinyur di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga bulan September tahun 2021. Kemudian pada tahun yang sama, Ardhy dipindah tugaskan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) hingga sekarang.
Protofolio Penulis: Google Scholar | ORCID | SINTA | Scopus
Posting Komentar untuk "Cara Kerja Analis Keberlanjutan Sustainability Analyst Perusahaan dan Industri"
Platform cara kerja memberikan kebebasan bagi pengunjung untuk memberikan saran, masukan, kritik atau komentar. Anda juga boleh memberikan link untuk backlink. :) Namun tolong pergunakan kata-kata yang baik dan sopan.