Pengolahan Air Limbah Organik dengan Lahan Basah Buatan

Sistem Pengolahan Air Limbah Organik dan Nutrisi dengan Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)

Oleh: Ardhy Yuliawan Norma Sakti
Founder Cara Kerja Teknologi, Alumni Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) & Engineering Technology SIIT Thammasat University, dengan pengalaman 4 tahun di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan saat ini di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
lahan-basah-buatan-constructed-wetland
Lahan basah buatan constructed wetland

Sumber Ilustrasi (Overton, 2023)


Apa itu Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)?

Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, metode pengolahan air limbah organik yang efektif dan berkelanjutan menjadi semakin krusial. Salah satu solusi alami yang banyak diterapkan adalah penggunaan lahan basah buatan (constructed wetland).

Selama bertahun-tahun, berbagai jenis dan tipe pengolahan air limbah organik dengan lahan basah buatan telah berkembang, didorong oleh kebutuhan klien yang beragam dan cakupan aplikasi yang semakin luas.

Para perancang lahan basah buatan, melalui inovasi dan kombinasi berbagai bentuk, telah mengembangkan sistem yang efektif untuk mengatasi berbagai jenis kontaminan organik.

Artikel ini, yang ditulis oleh Ardhy, founder dari platform Cara Kerja Teknologi dan seorang profesional dengan latar belakang teknik dan riset di bidang teknologi, akan mengulas secara mendalam berbagai jenis dan tipe pengolahan air limbah organik dengan lahan basah buatan yang umum digunakan. 


Lahan basah buatan adalah sistem buatan manusia yang dirancang untuk meniru fungsi ekosistem lahan basah alami, yaitu dalam mengolah air limbah melalui serangkaian proses fisika, kimia, dan biologi.

Sistem ini biasanya terdiri dari saluran air, media tanam seperti kerikil atau pasir, dan tumbuhan air seperti rumput rawa, eceng gondok, atau tanaman lokal lainnya.

Teknologi ini digunakan dalam berbagai skala, dari skala rumah tangga hingga skala kota, bahkan untuk instalasi industri yang ingin mengelola limbah cair secara berkelanjutan.

Lahan basah buatan atau Constructed Wetland (CW) adalah sistem rekayasa yang dirancang untuk memanfaatkan proses alami yang terjadi di lahan basah alami untuk mengolah air limbah.

Sistem ini menggunakan kombinasi tanaman, mikroorganisme, dan media filter untuk menghilangkan polutan dari air limbah.

Lahan basah buatan dapat dibangun dalam berbagai ukuran dan bentuk, tergantung pada kebutuhan dan ketersediaan lahan.

Sistem ini semakin populer karena efektivitasnya, biaya operasional yang rendah, dan manfaat ekologisnya.

Instalasi Pengolahan Air Limbah Bang Sue

Beberapa waktu yang lalu, Saya berkesempatan untuk mengunjungi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bang Sue, salah satu IPAL Domestik di Kota Bangkok.

Bang Sue menggunakan teknologi konvensional activated sludge untuk treatment utamanya. Setelah berhasil ditreatment, sebagian air difilter menggunakan membrane ultrafiltration untuk keperluan penyiraman toilet. 

Sebagian besar air langsung dialirkan ke kanal. Sedangkan sebagian kecil dialirkan ke lahan basah buatan di sekitar area gedung.

Lahan basah buatan Bang Sue
Foto oleh Chaiyaphum Siripanpornchana

Saya melihat langsung bagaimana lahan basah buatan digunakan sebagai hiasan serta filter terakhir hasil treatment sistem pengelolaan air limbah Bang Sue.

Saya sangat terkesan dengan cara mereka mengelola lahan basah dalam mengurangi beban pencemaran lingkungan di Kota Bangkok. Tempat tersebut juga digunakan sebagai pusat pembelajaran dan wisata edukasi.

Lahan basah buatan di IPAL Bang Sue terdiri dari beberapa kolam yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman, seperti eceng gondok, kangkung air, dan gelagah.

Air limbah yang masuk ke dalam kolam akan mengalir melalui tanaman dan media filter. Setelah melalui proses pengolahan di lahan basah buatan, air akan dialirkan ke Taman Catucak.

Lahan basah buatan di Bang Sue hanya mengolah hasil treatment air limbah dari activated sludge, sehingga beban polutan tidak tinggi.

Tidak seperti pilot project limbah tekstil di BRIN (Susanti, 2023) dan Laboratorium Universitas Islam Malang (Rahmawati, 2022) yang menggunakan lahan basah buatan alang-alang air untuk mengolah raw domestic wastewater dengan beban polutan yang lebih tinggi.

Cara Kerja Lahan Basah Buatan Constructed Wetland

Sebagai lulusan S2 Energi dan Sumber Daya yang Berkelanjutan dengan pengalaman riset di Thailand, saya telah mempelajari berbagai aplikasi Constructed Wetland dalam pengolahan air limbah domestik.

Berikut adalah tahapan dan mekanisme utama dalam pengolahan air limbah melalui lahan basah buatan:

Tahap Pertama, Masuknya Air Limbah kedalam Sistem

Air limbah, baik dari rumah tangga maupun industri, akan mengalir ke lahan basah buatan melalui saluran-saluran yang telah dirancang secara khusus. Saluran ini mengatur debit aliran dan distribusi air ke seluruh area lahan basah agar proses penyaringan berlangsung optimal.

Saat mengalir kedalam saluran, serangkaian proses fisika (Penyaringan dan pengendapan), kimia (Adsorpsi "ionik dan kovalen", oksidasi, reduksi, degradasi UV), dan biologi (Degradasi mikrobiologis melalui katabolisme dan anabolisme, predasi dan pencernaan protozoa serta penyerapan dan penyimpanan tanaman) yang terjadi secara alami.

Proses Fisika: Penyaringan dan Pengendapan

Begitu air limbah masuk, proses fisika pertama yang terjadi adalah penyaringan dan pengendapan. Partikel padat seperti pasir, lumpur, atau sampah kasar akan tertahan di permukaan atau mengendap di dasar media. Proses ini berfungsi sebagai tahapan awal untuk mengurangi beban polutan dalam air.

Proses Kimia: Adsorpsi, Oksidasi, dan Reduksi

Selanjutnya, air limbah mengalami proses kimia di dalam media filter. Beberapa reaksi kimia penting yang terjadi di antaranya:

Adsorpsi ionik dan kovalen, di mana partikel kimia berbahaya melekat pada permukaan media seperti pasir, batu zeolit, atau arang aktif.

Oksidasi dan reduksi, yaitu reaksi kimia yang mengubah senyawa beracun menjadi bentuk yang lebih stabil atau tidak berbahaya.

Degradasi oleh sinar UV, yang membantu menghancurkan mikroorganisme patogen dalam air, terutama pada sistem yang terbuka dan terkena sinar matahari langsung.

Proses Biologis: Mikroorganisme dan Tanaman Air

Proses biologi adalah jantung dari sistem lahan basah buatan. Di sinilah terjadi berbagai mekanisme alami yang melibatkan mikroorganisme, tanaman air, dan fauna kecil lainnya:

Degradasi mikrobiologis dilakukan oleh bakteri dan jamur yang hidup di media filter. Mikroba ini mengurai bahan organik melalui proses katabolisme dan anabolisme.

Predasi dan pencernaan oleh protozoa, yang membantu mengontrol populasi bakteri patogen.

Penyerapan dan penyimpanan oleh tanaman air. Tanaman menyerap nutrien dan logam berat melalui akar, batang, dan daunnya. Polutan seperti nitrogen dan fosfor akan dimanfaatkan tanaman sebagai sumber nutrisi.

Selain itu, akar tanaman juga menciptakan area aerobik dan anaerobik yang mendukung keanekaragaman mikroorganisme pengurai. Ini meningkatkan efisiensi sistem dalam menurunkan konsentrasi polutan.

Tahap Ketiga, Aliran Air Melalui Media Filter

Air limbah mengalir secara perlahan melalui media filter seperti pasir, kerikil, atau bahan khusus lainnya.

Media ini berfungsi sebagai tempat hidup bagi mikroorganisme, serta sebagai penyaring tambahan bagi partikel tersuspensi yang belum terendapkan.

Pada tahap ini, air limbah juga merendam akar tanaman. Interaksi antara akar tanaman, media filter, dan mikroorganisme menciptakan kondisi optimal untuk pemecahan senyawa organik dan anorganik.

Tahap Terakhir, Air Bersih Keluar dari Sistem

Setelah melalui berbagai proses penyaringan dan pemurnian, air yang keluar dari sistem lahan basah buatan akan memiliki kualitas yang jauh lebih baik.

Air ini bisa digunakan kembali untuk irigasi, keperluan non-konsumsi, atau dibuang ke badan air tanpa mencemari lingkungan.

Berbagai Jenis dan Tipe Lahan Basah Buatan

Perbedaan mendasar antar berbagai jenis dan tipe pengolahan air limbah organik dengan lahan basah buatan terletak pada arah aliran effluent (air limbah yang telah diolah sebagian). Berikut adalah tipe-tipe dasar yang perlu Anda ketahui:

Pertama, Aliran Horizontal (Horizontal Flow)

Dalam sistem ini, effluent dialirkan ke bagian atas media tanam melalui sistem distribusi di salah satu sisi lahan basah buatan. Berbagai jenis sistem distribusi dapat digunakan, seperti palung, pipa vertikal, atau sambungan 'T', disesuaikan dengan kebutuhan lokasi.

Namun, yang terpenting adalah memastikan aliran yang seimbang di sepanjang sisi sistem untuk distribusi yang merata ke seluruh area bed pada berbagai tingkat aliran.

Effluent kemudian bergerak secara horizontal melintasi media tanam, berinteraksi dengan biofilm bakteri yang tumbuh pada permukaan media. Bakteri-bakteri ini, bersama dengan mekanisme pengolahan lainnya, berperan aktif dalam mengolah effluent.

Di sisi lain bed, pipa drainase berlubang yang terletak di bagian bawah dan sejajar dengan sistem distribusi mengumpulkan effluent yang telah diolah dan mengalirkannya keluar dari bed menuju ruang outlet.

Di ruang ini, effluent melewati weir yang dapat disesuaikan untuk mengatur dan mempertahankan ketinggian air dalam bed sesuai dengan kebutuhan proses.

Lahan basah buatan dengan aliran horizontal beroperasi dalam kondisi jenuh, sehingga memungkinkan terbentuknya kondisi aerobik di dekat permukaan effluent dan kondisi anoksik serta anaerobik di lapisan yang lebih dalam.

Kondisi anaerobik ini sangat penting untuk mekanisme penghilangan tertentu, seperti denitrifikasi atau pengendapan sulfida logam berat.

Kedua, Aliran Permukaan Horizontal (Horizontal Surface Flow)

Pada jenis ini, ketinggian air dipertahankan di atas permukaan media tanam. Hal ini memungkinkan effluent untuk menyebar dengan mudah ke seluruh permukaan, yang sangat berguna untuk effluent dengan kandungan padatan tersuspensi yang tinggi.

Sistem ini umumnya menggunakan weir permukaan di ujung bed untuk mengumpulkan effluent yang telah diolah. Selain itu, tipe ini menawarkan peningkatan signifikan dalam kemampuan menampung beban hidrolik.

Ketiga, Aliran Bawah Permukaan Horizontal (Horizontal Subsurface Flow)

Dalam tipe ini, ketinggian effluent dipertahankan tepat di bawah permukaan media tanam, memastikan kontak penuh antara effluent dan biofilm mikroba. Sistem ini efektif digunakan ketika kontaminan utama bersifat larut dan dihilangkan melalui aksi mikroba.

Keempat, Aliran Vertikal (Vertical Flow)

Sistem ini dirancang agar effluent dialirkan ke bagian atas bed dan disebarkan secara merata di permukaan sebelum meresap ke bawah melalui media tanam. Biofilm berkembang pada media dengan cara yang serupa dengan sistem aliran horizontal dan mengolah effluent sesuai dengan mekanisme yang ada.

  • Aliran Vertikal Tak Jenuh (Unsaturated Vertical Flow)

Dalam bentuk jenis lahan basah buatan aliran vertikal yang paling umum, effluent tidak ditahan di dalam bed tetapi dibiarkan mengalir ke bawah menuju jaringan pipa drainase pengumpul di dasar bed. Pipa-pipa ini kemudian mengalirkan effluent yang telah diolah keluar dari bed.

Jika dioperasikan dalam mode aliran batch (terputus), udara akan melewati media di antara dosis effluent, sehingga kembali mengaerasi biofilm.

Hal ini membuat bed aliran vertikal menjadi dominan aerobik, meningkatkan kemampuan degradasi mikroba aerobik dan memungkinkan terjadinya mekanisme dengan kebutuhan oksigen tinggi, seperti nitrifikasi.

  • Aliran Vertikal Jenuh (Saturated Vertical Flow)

Bed vertikal juga dapat dioperasikan dalam kondisi jenuh atau penuh. Dalam kondisi ini, kemampuan pengolahannya mirip dengan lahan basah buatan aliran horizontal, tetapi dapat mengelola beban hidrolik yang lebih tinggi secara lebih efektif.

Aliran juga dapat dialirkan dari bagian bawah bed, naik melalui media, dan keluar melalui weir di permukaan. Hal ini dapat membantu mempertahankan kondisi anaerobik yang konsisten jika diperlukan untuk aplikasi spesifik.

Bentuk Tambahan Lahan Basah Buatan

Selain tipe dasar, terdapat pula bentuk-bentuk lahan basah buatan yang lebih spesifik dan dirancang untuk tujuan tertentu:

Pertama, Sistem Aliran Tidal (Tidal Flow Systems)

Sistem ini terdiri dari dua lahan basah buatan terpisah yang terhubung secara hidrolik. Effluent secara berulang dipindahkan antara kedua lahan basah, mengaerasi keduanya secara bergantian.

Sistem ini memberikan kontrol tambahan terhadap proses pengolahan melalui penyesuaian frekuensi transfer dan proporsi effluent yang dipindahkan.

Meskipun memerlukan energi untuk pemindahan effluent, hal ini dapat diminimalkan dengan memanfaatkan gravitasi atau head effluent semaksimal mungkin.

Kedua, Lahan Basah Beraerasi (Aerated Wetlands)

Degradasi mikroba aerobik adalah mekanisme pengolahan yang paling umum digunakan. Dalam sistem standar, oksigen masuk secara pasif ke dalam lahan basah dan biofilm.

Dalam sistem beraerasi, udara secara aktif dihembuskan melalui bed melalui saluran udara yang terletak di bagian bawah lahan basah.

Hal ini meningkatkan laju transfer oksigen secara signifikan, memberikan kemampuan pengolahan yang lebih besar dan kinerja yang lebih konsisten. Aerasi dapat diterapkan pada sistem horizontal maupun vertikal.

Ketiga, Lahan Basah Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment Wetlands)

Jenis lahan basah buatan ini dikembangkan dari lahan basah aliran vertikal dan dirancang untuk menyaring atau menjebak lumpur di permukaan bed.

Cairan meresap ke bawah melalui bed dan kontaminan dapat dihilangkan melalui kontak dengan biofilm pada media tanam.

Lumpur di permukaan mengalami dewatering lebih lanjut melalui evapotranspirasi kelembaban oleh tanaman air (seperti gelagah) yang tumbuh di bed dan evaporasi melalui bukaan di permukaan lumpur yang disebabkan oleh gerakan batang tanaman akibat angin (windrock).

Dewatering atau mineralisasi lumpur lebih lanjut terjadi melalui pengomposan atau degradasi mikroba bahan organik dalam lumpur. Sistem ini memerlukan beberapa bed yang menerima lumpur secara berurutan untuk memungkinkan waktu istirahat bed agar pengomposan dapat terjadi secara efektif.

Keempat, Bed Tanaman Mengapung (Floating Reed Beds)

Tanaman air seperti gelagah dan makrofita lainnya dapat ditanam pada material seperti sabut kelapa yang dipasang pada rangka mengapung.

Sistem ini umumnya dijangkarkan ke sisi atau dasar badan air dan memungkinkan akar serta rimpang tanaman tumbuh ke bawah melalui kolom air. Ini dapat menyediakan tempat melekat bagi mikroba yang dapat melakukan pengolahan, serta menghasilkan eksudat dengan beberapa sifat anti-alga.

Akar dan rimpang juga dapat membantu mengurangi padatan tersuspensi dalam badan air yang mengalir lambat. Selain itu, sistem ini dapat memberikan perlindungan bagi ikan di badan air terbuka, serta meningkatkan keanekaragaman hayati dan nilai estetika.

Kesimpulan

Berbagai jenis dan tipe pengolahan air limbah organik dengan lahan basah buatan menawarkan solusi yang fleksibel dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah pencemaran air.

Pemilihan jenis dan tipe yang tepat sangat bergantung pada karakteristik air limbah, kondisi lingkungan setempat, dan tujuan pengolahan yang diinginkan.

Harapannya, dengan pemahaman yang mendalam tentang berbagai tipe sistem ini, para perancang dan pengguna dapat mengimplementasikan solusi pengolahan air limbah organik yang efektif dan ramah lingkungan.

Sebagai seorang ahli di bidang teknologi pengolahan air, Ardhy melalui platform Cara Kerja Teknologi berkomitmen untuk terus berbagi pengetahuan dan inovasi terkait solusi lingkungan yang berkelanjutan.

Referensi

Informasi yang saya sajikan didukung oleh penelitian ilmiah dan pengalaman praktis dalam bidang teknik lingkungan. Saya juga mengacu pada sumber-sumber terpercaya seperti jurnal ilmiah dan publikasi dari lembaga riset terkemuka.

Overton, O. C., Olson, L. H., Majumder, S. D., Shwiyyat, H., Foltz, M. E., & Nairn, R. W. (2023). Wetland Removal Mechanisms for Emerging Contaminants. Dalam Land (Vol. 12, Issue 2, hlm. 472). MDPI AG. https://doi.org/10.3390/land12020472

Rahmawati, A. (2022). Perencanaan Sistem Lahan Basah Buatan dalam Pengolahan Limbah Cair Domestik Menggunakan Tanaman Cyperus papyrus. Dalam JURNAL ENVIROTEK (Vol. 14, Issue 2, hlm. 164–168). University of Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. https://doi.org/10.33005/envirotek.v14i2.19

Susanti, E., Wibowo, H., Henny, C., Rohaningsih, D., Prihatinningtyas, E., Fakhrurroja, H., Febrianti, D., Zulti, F., Kurniawan, R., Waluyo, A., Lestari, F., & Sudiyono, B. (2023). Evaluation of ecotechnology performance in treating textile wastewater: constructed treatment wetlands and natural adsorbents. Dalam IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 1260, Issue 1, hlm. 012048). IOP Publishing. https://doi.org/10.1088/1755-1315/1260/1/012048

Treatment wetlands - constructed wetlands. (n.d.). https://www.globalwettech.com/about-constructed-wetlands.html


Tentang Penulis

Ardhy Yuliawan Norma Sakti

Ardhy merupakan founder dari platform Cara Kerja Teknologi. Ardhy menempuh pendidikan S1 Teknik Industri di Universitas Sebelas Maret (UNS) Indonesia dan pendidikan S2 bidang Engineering Technology di SIIT, Thammasat University Thailand. Ardhy memiliki pengalaman kerja selama 4 tahun sebagai staf Insinyur di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)  hingga bulan September tahun 2021. Kemudian pada tahun yang sama, Ardhy dipindah tugaskan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) hingga sekarang.

Protofolio Penulis: Google Scholar | ORCID | SINTA | Scopus

Komentar